Pola Pikir Kritis Dalam Menanggapi Berita Hoax
Ilustrasi berita hoax (Sumber: pixabay)
Berita
hoax sekarang ini sedang marak tersebar di berbagai media baik itu media cetak
maupun media online. Mirisnya, kebanyakan dari masyarakat kurang peduli dengan
adanya hal tersebut. Kebanyakan dari masyarakat bisa dengan mudah mempercayai
berita hoax dan tak segan-segan untuk menyebarluaskan kepada khalayak. Salah
satu wujud penerapannya yakni berupa fitur filter. Sebagai contoh, di Instagram
dapat menyaring konten dengan tema tertentu supaya ditampilkan lebih sedikit.
Dengan cara ini, konten-konten bertema tidak pantas atau mengganggu dapat
diminimalisir kemunculannya. Beberapa situs juga dilengkapi fitur untuk
menyaring kata kunci tertentu. Dengan memanfaatkan fitur-fitur tersebut,
kemungkinan mengonsumsi berita “sampah” akan semakin kecil.
Arti hoax adalah kabar, informasi,
berita palsu atau bohong. Hoax merupakan informasi yang direkayasa untuk
menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain, arti hoax juga bisa
didefinisikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah
meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Ciri penyebaran berita
hoax yakni, menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan atau pemujaan.
Salah satu cara yang tepat bagi
masyarakat dalam menyaring informasi hoax di media sosial adalah dengan
menjalankan literasi media. Literasi media adalah seperangkat perspektif yang
kita gunakan secara aktif saat mengakses media massa untuk menginterpretasikan
pesan yang kita hadapi. Literasi media berhubungan dengan bagaimana khalayak
dapat mengambil kontrol atas media. Dan merupakan skill untuk menilai makna
dalam setiap jenis pesan, mengorganisasikan makna itu sehingga berguna, dan
kemudian membangun pesan untuk disampaikan kepada orang lain.
Contoh berita hoax salah satunya
yaiut Berita Hoaks Ratna Sarumpaet, ini pernah viral pada tahun 2018. Berita
ini masuk dalam peringkat pertama yang paling banyak dibicarakan oleh
masyarakat. Hoaks yang disampaikan dalam berita adalah penganiayaan Ratna Sarumpaet.
Berita ini menampilkan bukti sebuah foto yang memperlihatkan wajah Ratna
Sarumpaet seperti memar dan bengkak. Awalnya hoaks ini disebarkan melalui
Facebook yang diunggah pada 2 Oktober 2018.
Setelah itu berita juga sempat
tersebar dengan cepat di Twitter. Bahkan beberapa tokoh politik juga menanggapi
dan membenarkan adanya penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet tanpa verifikasi
kebenaran kasus tersebut. Lalu, setelah mendapat banyak perhatian dari
masyarakat, polisi menyelidiki berita yang beredar tersebut. Setelah diselidiki
maka didapatkan hasil bahwa berita tersebut adalah hoaks. Wajah bengkak yang
terjadi pada Ratna Sarumpaet merupakan efek dari operasi bukan sebuah
penganiayaan.
Pemikiran kritis, demokratis, dan
konstruktif diharapkan selalu lahir dari pola pikir di masyarakat. Masyarakat
harus mampu melihat fakta yang ada dalam berita, apakah sudah memakai sumber
yang memiliki kredibilitas dan disebutkan, serta memahami tujuan yang
asli dan mendasar. Dengan begitu masyarakat mampu membangun sikap kritis
saat menerima pesan hoax dan selektif ketika menerima pesan maupun
berita.
Sikap kritis harus dibangun dalam
diri sehingga menjadi langkah positif agar masyarakat tidak terpengaruh
maupun terprovokasi dengan segala berita yang memuat postingan yang mengandung
kebencian maupun menyudutkan kelompok tertentu. Masyarakat harus lebih teliti
dalam menerima berita hoax dan menjadikan diri mereka sebagai salah satu
penggerak dalam menanggulangi berita hoax. Kita perlu menyeleksi hal apa saja
yang penting dan perlu untuk dipublikasikan. Merubah kebiasaan pada diri
sendiri dengan cara lebih bijak dalam menerima informasi kemudian menyebarkan
kebiasaan baik tersebut kepada lingkungan kita.
Komentar
Posting Komentar